Rabu, 30 Desember 2015

Suaramu merdu di telingaku



Ternyata tak seindah harapanku kepadamu. Hal ini pernah terjadi pada saya dan seorang teman kos saya. Biasanya suara yang kita dengar langsung akan berbeda dengan suara pada saat di telepon. Begini lah ceritanya.
Suatu ketika seorang teman kos, kita panggil saja namanya boz. Si boz adalah seorang siswa di salah satu SMU Taruna di Pekanbaru. Ternyata si Boz dikenalkan dengan seorang perempuan via telepon oleh temannya (siswa SMA Farmasi, kita panggil dengan sebutan Mus).
Jadi, ternyata Boz telah beraksi dengan melakukan call (panggilan) ke perempuan tersebut. Walhasil, dia mengatakan bahwa suara si perempuan ini sangat bagus dan enak di dengar. Mungkin seperti ini dialognya :
Boz          : Bang, aku dikenalin perempuan dari Mus. Anak SMA Farmasi. Tadi aku telpon dia,                      suaranya bagus dan enak didengar Bang.
Saya         : suara itu bisa menipu Boz, apalagi ditelepon. Biasanya tidak sesuai harapan.
Boz          : masa’ iya Bang?
Saya         : itu yang Abang tahu Boz.
Akhirnya si Boz melakukan penyelidikan untuk membuktikan dan mencari tahu bagaimana rupa (paras) perempuan tersebut. Rencana dijalankan, Boz pergi ke SMA Farmasi bersama Mus, tanpa sepengetahuan si perempuan. Boz dan perempuan ini belum pernah bertemu karena hanya dikenalkan melalui no handphone. Akhirnya saat pulang sekolah di SMA Farmasi, Boz menunggu perempuan itu. Berdua dengan Mus tentunya.
O o o . tak disangka tak diduga, ternyata perempuan itu tak sesuai harapan Boz, lalu dia pulang ke kos dan menceritakan ke saya saat sore harinya.
Boz      : Bang, ternyata benar. Tak sesuai harapan Bang
Saya    : itulah Boz, suara di telepon bisa menipu. Tapi kalau langsung ketemu baru tahu aslinya    seperti apa. Jadi bagaimana Boz, mau dilanjutkan ke tahap selanjutnya (dengan        perempuan ini)?
Boz      : ngak jadi Bang.
Walaupun kenyataannya berbeda dengan suaranya ditelepon, paling tidak dia tahu kebenarannya. Mau pahit seperti apa, dia harus terima kenyataan itu. Si perempuan beberapa kali sms dan telpon untuk mengajak bertemu, tapi Boz menolaknya. Kata orang “ sejelek-jeleknya laki-laki, laki-laki pandai memilih”. Artinya secara umum laki-laki menyukai perempuan yang cantik.
Pengalaman saya juga ada tentang hal ini, saya punya teman dekat seorang perempuan. Jadi, ketika ada sesuatu keperluan dan saya menelponnya, suaranya terdengar cempreng. Lain sekali dengan suaranya saat bertemu langsung. Dan Alhamdulillah, walau suaranya cempreng di telepon tapi pas bertemu Alhamdulillah manis wajahnya.
Begitu ceritanya. Jadi, bagi siapapun yang membaca tulisan ini, waspadalah – waspadalah jika berkenalan via telepon dan ternyata suaranya merdu. Orang yang seperti ini cocok jadi penyiar radio, tapi sebaiknya anda bertemu langsung (jikalau anda berminat untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius).
Demikian dari saya, semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum

Aku, kamu dan Sepeda motorku



            Kembali berkisah tentang nya (namanya belum bisa saya sebutkan, jadi saya beri inisial Aling) suatu ketika, di suatu sore, sepulang dari kampus. Saat itu ia (aling) sedang mencari oplet (angkot) untuk pulang ke kos. Namun ternyata sudah tak ada, akhirnya dia berjalan kaki. Saya pulang di belakangnya, ketika sampai di jalan bina widya ternyata ia masih berjalan di trotoar. Saya lalu menyapanya, dan kami ngobrol. Saya menawarkan diri untuk memboncengnya, namun dia menolak dan mengatakan bahwa tak pernah seorangpun laki-laki pernah memboncenginya, kecuali keluarganya (ayahnya mungkin). Jadi akhirnya karena tak tega melihat seorang perempuan berjalan sendiri, akhirnya saya memutuskan untuk mendorong sepeda motor saya dan menemaninya sampai ke depan gang kos nya.
            Saya tak mengerti kenapa saya mesti, tapi ya seperti itulah kenyataannya. Motor yang baik-baik saja, saya dorong di sampingnya. Kami beriringan sampai ke depan gang kosnya. Tak lama mendorong sepeda motor, seorang teman (mahasiswa Teknik mesin) menyapa saya, “hai Bar, kenapa motornya? Mogok?”. Saya menjawab “tidak apa-apa, motornya tidak apa-apa”. Teman menjawab “ok Bar!”. Saya dan dia hanya tersenyum. Lalu saya dan dia terus berjalan sampai pas di depan gang kosnya.
            Setelah ia menyeberang dan tak terlihat lagi dari pandangan saya, barulah saya menunggang sepeda motor astrea grand saya untuk pulang ke kos. Lumayan lah untuk menambah keringat di sore hari. Tapi, entah kenapa saya mesti berbuat seperti itu. Tapi saya senang dan saya bahagia, jika belum ada orang yang mau menjadi teman dekatnya, biarlah saya yang melakukannya. Apakah saya telah berbuat sesuatu yang romantis? Cukuplah anda yang menjawabnya.
            Sepanjang jalan itu ada aku, kamu dan sepeda motorku.

The first contact



           Semua kisah punya permulaan, sesuatu yang memulai peristiwa. Kisah ku dengan nya, dimulai dari isu/gossip/kabar angina mahasiswa PBUD. Inti dari gossip itu ialah, “wah, kita sekelas dengannya, dia pelit, tidak mau memberi contekan saat ujian”. Itulah yang saya dengar dari orang lain tentangnya. Lalu pertanyaan muncul di benak saya, “apakah iya?”.
            Bermula dari pertanyaan itu, rasa keingintahuan saya bangkit dan saya putuskan untuk mencari tahu apakah itu benar. Lalu, di kelas saya bertanya kepadanya tentang tugas atau pengetian yang berhubungan dengan materi matematika (kalau tidak salah begitu). Ia menjawabnya dengan ringkas namun saya cukup mengerti. Jadi saya berkata dalam hati (“dia baik, mau memberikan penjelasan pada siapa yang bertanya”). Akhirnya saya putuskan bahwa yang dikatakan orang tak sepenuhnya benar.
            Setelah saya melihat dia saat ujian, dia duduk meja paling depan dan ujian sendiri tanpa melihat kesana kemari, dia tak berpikir untuk mencontek. Orang seperti ini yang saya senangi, kenapa begitu? Karena jujur saya sendiri pun memilih jalan yang sama, saya ingin ujian sendiri tanpa berniat mencontek, dan duduk di meja paling depan. Hanya saja, dia wanita yang lebih keras, sedangkan saya mungkin bisa lebih melunak.
            Saya tak perlu mengatakan, cukup perbuatan yang berbicara. Sejak saat itu (melihat dia saat quiz, ujian) saya merasa bahwa ada orang yang seperti saya. Pada masa-masa itu (minggu 1 sd 4 sejak perkuliahan perdana), dia dekat dengan seorang yang bernama HS, kemana-mana mereka berdua karena sama-sama mahasiswa PBUD, sedangkan saya lulus SPMB.
            Itulah kontak pertama (the first contact) saya dengannya. Segala sesuatu kadang hanya bermula dari rasa ingin tahu, lalu saya membuktikannya dan saya senang, puas dan bahagia akhirnya. Itulah kisah yang membuka cerita-cerita lainnya, bersama dirinya.